Selasa, 04 Januari 2011

Halo Matahari, Bukan Pertanda Bencana



Warga Yogyakarta, Selasa (4/1/2011) siang, dikejutkan dengan sebuah fenomena pelangi mengelilingi matahari. Fenomena yang biasa disebut dengan halo matahari ini terlihat begitu jelas di langit Yogyakarta sekitar pukul 10.15 hingga 11.15.

Fenomena langka tersebut langsung menarik perhatian warga. Banyak orang yang menyempatkan diri untuk menyaksikannya. Sebagian juga berusaha mengabadikan peristiwa alam ini dengan menggunakan kamera telepon seluler ataupun kamera digital.

Banyak yang terkagum-kagum menyaksikan fenomena alam ini. Namun, tidak sedikit pula yang merasa khawatir, bahkan panik dan menganggap peristiwa ini sebagai sebuah pertanda yang tidak baik. Bagi orang awam, peristiwa ini memang meresahkan karena tidak tahu bahwa hal tersebut sebenarnya sebuah fenomena alam biasa.

Warga UGM pun turut dihebohkan dengan fenomena halo matahari ini. Seperti Budi, karyawan UGM, yang sibuk mengabadikan halo matahari dengan kamera SLR-nya. Bahkan, ia menyempatkan diri pergi ke lapangan untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal.

Budi mengaku dirinya sudah beberapa kali menyaksikan halo matahari, tetapi baru kali ini sempat memotretnya. “Fenomena halo matahari ini merupakan keempat kalinya yang pernah saya temui. Namun, baru kali ini saya mengabadikannya karena dalam peristiwa sebelum-sebelumnya berlangsung tidak begitu lama dan tidak terlihat sejelas ini,” ujarnya.

Sementara itu, beberapa orang lainnya mengeluhkan silau dan merasa pusing karena memandang secara langsung dengan mata telanjang peristiwa halo Matahari. “Benar-benar silau kalau menyaksikannya tidak menggunakan kacamata hitam. Kepala saya menjadi pusing,” tutur Dewi, mahasiswa FKH UGM.

Sebuah Fenomena Biasa

Prof. Dr. Sudibyakto, M.S., pengamat iklim UGM, menyampaikan fenomena halo matahari adalah fenomena yang biasa terjadi. Fenomena ini tidak ada kaitannya dengan peristiwa bencana alam, seperti gempa bumi.

Halo yang terlihat melingkar matahari merupakan hasil pembelokan cahaya matahari oleh partikel uap air di atmosfer. Halo terbentuk karena dispersi butir-butir es atau air pada awan sirrus oleh sinar ultraviolet.

Lebih lanjut dikatakan Sudibyakto, pada saat musim hujan, partikel uap air ada yang naik hingga tinggi sekali di atmosfer. Partikel air memiliki kemampuan untuk membelokkan atau membiaskan cahaya matahari. Karena terjadi pada siang hari saat posisi matahari sedang tegak lurus terhadap bumi, cahaya yang dibelokkan juga lebih kecil. "Itu sebabnya yang tampak di mata masyarakat yang kebetulan menyaksikannya adalah lingkaran gelap di sekeliling matahari,” terangnya.

Ditambahkan Sudibyakto, halo matahari sebenarnya sama dengan proses terbentuknya pelangi pada pagi atau sore hari setelah hujan. Lengkungan pelangi sering terlihat di bagian bawah cakrawala karena partikel uap air yang membelokkan cahaya matahari berkumpul di bagian bawah atmosfer. Di sisi lain, pada pagi atau sore hari, matahari pun masih berada pada sudut yang rendah. ”Pada posisi yang miring ini, kemampuan partikel air membiaskan cahaya lebih besar sehingga warna-warna yang muncul juga lebih lengkap,” tambahnya.

Pada siang hari, lanjutnya, saat matahari pada posisi tegak lurus terhadap bumi, kemampuan pembelokan cahaya menjadi rendah sehingga warna yang terlihat sangat terbatas. Warnanya terlihat gelap karena pandangan ke arah matahari juga terhalang debu, sedangkan di pagi hari, saat udara masih bersih, yang tampak adalah warna kemerahan. (Humas UGM/Ika)

1 komentar:

  1. baru tau ane sob..ada fenomena ky gini..thanx infonya..:)

    BalasHapus